FITRI NIA
Selasa, 23 Mei 2017
Jumat, 11 November 2016
Media Komunikasi Gizi " POSTER "
INFO PENTING !!!
Saat ini penyebab kematian nomor satu di Indonesia adalah penyakit jantung korener. Penyakit ini tidak lagi didominasi oleh usia 50 tahun keatas. pada tahun 2002, sebanyak 2-3% penderita jantung koroner berusia 30 tahun. penyakit ini disebabkan oleh banyak faktor seperti radikal bebas (kandungan rokok dan polusi), kolesterol tinggi, hipertensi, diabetes serta kebiasaan merokok dan kondisi alkohol. faktor resiko paling mendukung adalah OBESITAS yaitu suatu kelainan yang ditandai dengan penimbunan lemak.
Pentingnya langkah awal yang harus diambil untuk menentukan nasib kita kedepannya. Mulailah menerapkan pola hidup sehat, konsumsi makanan bergizi, olahraga teratur, konsumsi air putih yang cukup, istirahat, konsumsi sayur dan buah, dan jauhi Narkoba, Alkohol, dan rokok ya Guys ...
Buat anak-anak mudayang kecenya pakai badai dan para Generasi Masa Depan, sekarang ngak zaman lagi Gaul dengan cara yang ngak sehat. OKEE !!!
#savegenerasimasadepan
#Infiahealth
#Mediakomunikasigizi
#Ilmugiziunand
Saat ini penyebab kematian nomor satu di Indonesia adalah penyakit jantung korener. Penyakit ini tidak lagi didominasi oleh usia 50 tahun keatas. pada tahun 2002, sebanyak 2-3% penderita jantung koroner berusia 30 tahun. penyakit ini disebabkan oleh banyak faktor seperti radikal bebas (kandungan rokok dan polusi), kolesterol tinggi, hipertensi, diabetes serta kebiasaan merokok dan kondisi alkohol. faktor resiko paling mendukung adalah OBESITAS yaitu suatu kelainan yang ditandai dengan penimbunan lemak.
Pentingnya langkah awal yang harus diambil untuk menentukan nasib kita kedepannya. Mulailah menerapkan pola hidup sehat, konsumsi makanan bergizi, olahraga teratur, konsumsi air putih yang cukup, istirahat, konsumsi sayur dan buah, dan jauhi Narkoba, Alkohol, dan rokok ya Guys ...
Buat anak-anak mudayang kecenya pakai badai dan para Generasi Masa Depan, sekarang ngak zaman lagi Gaul dengan cara yang ngak sehat. OKEE !!!
#savegenerasimasadepan
#Infiahealth
#Mediakomunikasigizi
#Ilmugiziunand
Rabu, 09 November 2016
Hubungan Frekeunsi Konsumsi Makanan Siap Saji Modern (fast food) dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Kelebihan Berat Badan
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
JURUSAN GIZI
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2016
Fitri Nia
Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Siap Saji Modern (Fast Food) dan Aktivitas Fisik dengan
Kejadian Kelebihan Berat Badan pada Siswa SMA Semen Padang Tahun 2016
vii + 48 halaman + 14
tabel, 10 lampiran
ABSTRAK
Kelebihan berat badan menjadi suatu epidemik global yang harus
segera ditangani. Laporan Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa terjadi
peningkatan prevalensi kelebihan berat badan (gemuk dan obesitas) pada remaja
mencapai 7,3%. Sumatera Barat berada pada urutan ke-13 (7,5 %) di Indonesia,
dan kota Padang sebesar 7,8 % berada di atas angka rerata nasional (7,5 %).
Kelebihan berat badan di SMA Semen Padang sebesar 17,2 %. Kelebihan berat badan
disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan aktivitas
fisik yang kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
frekuensi konsumsi makanan siap saji modern (fast
food) dan aktivitas fisik dengan kejadian kelebihan berat badan pada siswa SMA
Semen Padang Tahun 2016.
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross
sectional. Sampel adalah siswa
kelas X dan XI SMA Semen Padang dengan jumlah 83 siswa yang diambil dengan
metode systematic random sampling.
Data primer didapatkan melalui wawancara untuk mendapatkan data umur, frekuensi
konsumsi fast food dan aktivitas
fisik serta pengukuran antropometri untuk data berat badan dan tinggi badan.
Sedangkan data sekunder didapatkan dari pihak sekolah. Jenis uji yang dilakukan
adalah uji chi-square dengan tingkat
kepercayaan 95 %.
Berdasarkan hasil penelitian siswa yang mengalami kelebihan berat
badan sebesar 27,7 %, konsumsi makanan siap saji modern (fast food) dengan frekuensi sering sebesar 48,2 %, dan aktivitas
fisik berisiko 69,9 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara aktivitas fisik dengan kelebihan berat badan dan ada hubungan yang bermakna antara frekuensi
konsumsi makanan siap saji modern (fast
food) dengan kelebihan berat badan.
Saran yang dapat diberikan untuk SMA Semen Padang adalah diharapkan
kepada sekolah untuk melakukan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan aktivitas
fisik siswa serta mengaktifkan peran UKS sebagai tempat siswa mendapatkan informasi
kesehatan. Bagi siswa diharapkan untuk menjaga pola hidup sehat dengan
mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi serta melakukan olahraga secara
teratur. Bagi peneliti lain
bisa menjadikan KTI ini sebagai referensi selanjutnya.
Kata Kunci: kelebihan
berat badan, konsumsi fast food, dan aktivitas fisik
Daftar Pustaka:
28 (2000-2014)
Jumat, 04 November 2016
Cara Menuliskan Caption Yang Sesuai Dengan Fotomu
Hai para penikmat Sosial Media, pada bingung ngak sih buat tulis caption yang sesuai sama foto kalian. Aku mau berbagi cara nih, gimana cara kita buat nuliskan caption yang sesuai dengan foto kita. Oke let's begin :)
1. Usahakan mood kita lagi baik ya
2. Pilih foto yang benar-benar ngewakilin suasana hati kita
3. contohnya :
Menurut kalian apasih caption yang bagus yang bisa ngewakilin foto ini :
menurut saya :
"Disaat banyak kesempatan yang diberikan, Disaat aku tak mampu mengangkat kepala dan orang lain mampu, maka disaat itu aku benar-benar butuh". ( maksud caption ini jelas bisa menggambarkan foto, kenapa karena ada 1 diantara 4 orang lainya yang tidak mampu mengangkat kepala disaat 3 yang lainnya mampu, enatah apa alasannya yang jelas dia butuh dorongan dari orang-oarang disekitarnya sehingga iya mampu mengagngkat kepala dan dapat berdiri didepan dan berani ungkapkan jati dirinya)
Usahakan buat caption itu, untuk melibatkan perasaan ya guys, karena dengan melibatkan perasaan kita dapat merangsang kemampuan otak untuk berpikir dan meningkatkan kemampuan linguistik kita.
Rabu, 15 Januari 2014
KIAT SEDERHANA TANGKAL RADIKAL BEBAS
Dalam dua dasawarsa terakhir, pemahaman mengenai mekanisme gangguan kesehatan berkembang, terutama yang berhubungan dengan penyakit degeneratif. Maka pemahaman seputar radikal bebas dan antioksidan pun berkembang lebih luas.
Proses metabolisme tubuh selalu diiringi pembentukan radikal bebas, yakni molekul-molekul yang sangat reaktif. Molekul-molekul tersebut memasuki sel dan “meloncat-loncat” di dalamnya. Mencari, lalu “mencuri” satu elektron dari molekul lain untuk dijadikan pasangan. Pembentukan radikal bebas dalam tubuh pada hakikatnya adalah suatu kejadian normal, bahkan terbentuk secara kontinyu karena dibutuhkan untuk proses tertentu, di antaranya oksidasi lipida.
Tanpa produksi radikal bebas, kehidupan tidaklah mungkin terjadi. Radikal bebas berperan penting pada ketahanan terhadap jasad renik. Dalam hati dibentuk radikal bebas secara enzimatis dengan maksud memanfaatkan toksisitasnya untuk merombak obat-obatan dan zat-zat asing yang beracun.
Namun pembentukan radikal bebas yang berlebihan malah menjadi bumerang bagi sel tubuh, karena sifatnya yang aktif mencari satu elektron untuk dijadikan pasangan. Dalam pencariannya, membran sel dijebol dan inti sel dicederai. Aksi ini dapat mempercepat proses penuaan jaringan, cacat DNA serta pembentukan sel-sel tumor. Radikal bebas juga “dituding” dalam proses pengendapan kolesterol LDL pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis).
Tubuh memerlukan bala bantuan untuk mengendalikan jumlah radikal bebas yang melampaui kebutuhan itu, yaitu antioksidan yang sebenarnya sudah terbentuk secara alamiah oleh tubuh. Berdasarkan sifatnya, antioksidan mudah dioksidasi (menyerahkan elektron), sehingga radikal bebas tak lagi aktif mencari pasangan elektronnya.
Unsur antioksidan yang terpenting adalah yang berasal dari vitamin C, E dan A serta enzim alamiah. Demi memenuhi tuntunan itu, berbagai upaya dilakukan, misalnya dengan mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur yang kaya akan vitamin dan mineral tertentu. Ada pula yang menempuh cara lebih praktis, yaitu mengonsumsi suplemen, baik yang berbahan dasar alami maupun yang sintetis.
Belum banyak yang memahami benar seberapa banyak kebutuhan tubuh kita akan vitamin A, C dan E yang dikelompokkan sebagai antioksidan. Sebagai contoh masih terdapat perbedaan pendapat tentang dosis Vitamin C yang perlu dikonsumsi setiap hari. Sebagian pakar merekomendasikan cukup 60–70 mg, dengan alasan cukup untuk kebutuhan setiap hari. Jika mengonsumsi berlebih akan terbuang dalam urin. Sedangkan yang lain menganjurkannya 500–1.000 mg agar Vitamin C bukan sekedar memenuhi kebutuhan tubuh untuk stimulasi proses metabolisme, tetapi benar-benar dapat berfungsi sebagai antioksidan.
Beberapa pakar nutrisi berpendapat, bahwa kecukupan antioksidan dapat diperoleh dengan cara menjaga pola makan bergizi seimbang. Namun, pada kenyatannya tidak banyak yang dapat melakukannya setiap hari. Sebagai contoh, bagi kalangan berpendapatan kelas menengah-bawah buah-buahan yang dijual pada umumnya relatif mahal, sehingga kebutuhan akan vitamin yang tergolong anti oksidan menjadi berkurang. Mereka berpendapat dapat digantikan dengan suplemen yang lebih murah. Namun keunggulan suplemen ini tetap kalah jika dibandingkan dengan makanan alami, karena pada yang alami terdapat vito chemicals, yaitu sekumpulan bahan-bahan kimia yang mempunyai fungsi belum diketahui secara rinci.
Ada pula yang berpendapat, dalam mengonsumsi suplemen, mengambil dosis yang moderat, artinya tidak menggunakan vitamin dengan dosis terlalu tinggi, contohnya 500 mg Vitamin C setiap hari. Penggunaan dosis tinggi dianggap tidak baik bagi kesehatan, apalagi digunakan dalam jangka panjang. “Beberapa studi menunjukkan, dosis terlalu tinggi mengubah sifat antioksidan menjadi prooksidan,” peringatan dr Benny Soegianto, MPH. (alm) dalam sebuah wawancara dengan reporter majalah kesehatan tujuh tahun silam. Kendatipun demikian sampai saat ini masih banyak konsumen yang tergoda untuk rutin memakai dosis tinggi karena terbuai janji khasiatnya sebagai penghambat proses penuaan.
Tubuh kita sendiri, lanjut dr Benny seringkali mampu memberikan sinyal kekurangan vitamin tertentu. Sebagai contoh, jika Vitamin B dan C dalam kurun waktu tertentu tidak cukup dikonsumsi dan tubuh sedang bekerja keras, maka akan timbul sariawan dan tubuh akan terasa pegal. Oleh karenanya kecukupan kedua macam vitamin tersebut perlu dijaga dengan cara–suka tidak suka- mengonsumsi buah segar setiap hari dalam porsi yang memadai.
Dalam dua dasawarsa terakhir, pemahaman mengenai mekanisme gangguan kesehatan berkembang, terutama yang berhubungan dengan penyakit degeneratif. Maka pemahaman seputar radikal bebas dan antioksidan pun berkembang lebih luas.
Proses metabolisme tubuh selalu diiringi pembentukan radikal bebas, yakni molekul-molekul yang sangat reaktif. Molekul-molekul tersebut memasuki sel dan “meloncat-loncat” di dalamnya. Mencari, lalu “mencuri” satu elektron dari molekul lain untuk dijadikan pasangan. Pembentukan radikal bebas dalam tubuh pada hakikatnya adalah suatu kejadian normal, bahkan terbentuk secara kontinyu karena dibutuhkan untuk proses tertentu, di antaranya oksidasi lipida.
Tanpa produksi radikal bebas, kehidupan tidaklah mungkin terjadi. Radikal bebas berperan penting pada ketahanan terhadap jasad renik. Dalam hati dibentuk radikal bebas secara enzimatis dengan maksud memanfaatkan toksisitasnya untuk merombak obat-obatan dan zat-zat asing yang beracun.
Namun pembentukan radikal bebas yang berlebihan malah menjadi bumerang bagi sel tubuh, karena sifatnya yang aktif mencari satu elektron untuk dijadikan pasangan. Dalam pencariannya, membran sel dijebol dan inti sel dicederai. Aksi ini dapat mempercepat proses penuaan jaringan, cacat DNA serta pembentukan sel-sel tumor. Radikal bebas juga “dituding” dalam proses pengendapan kolesterol LDL pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis).
Tubuh memerlukan bala bantuan untuk mengendalikan jumlah radikal bebas yang melampaui kebutuhan itu, yaitu antioksidan yang sebenarnya sudah terbentuk secara alamiah oleh tubuh. Berdasarkan sifatnya, antioksidan mudah dioksidasi (menyerahkan elektron), sehingga radikal bebas tak lagi aktif mencari pasangan elektronnya.
Unsur antioksidan yang terpenting adalah yang berasal dari vitamin C, E dan A serta enzim alamiah. Demi memenuhi tuntunan itu, berbagai upaya dilakukan, misalnya dengan mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur yang kaya akan vitamin dan mineral tertentu. Ada pula yang menempuh cara lebih praktis, yaitu mengonsumsi suplemen, baik yang berbahan dasar alami maupun yang sintetis.
Belum banyak yang memahami benar seberapa banyak kebutuhan tubuh kita akan vitamin A, C dan E yang dikelompokkan sebagai antioksidan. Sebagai contoh masih terdapat perbedaan pendapat tentang dosis Vitamin C yang perlu dikonsumsi setiap hari. Sebagian pakar merekomendasikan cukup 60–70 mg, dengan alasan cukup untuk kebutuhan setiap hari. Jika mengonsumsi berlebih akan terbuang dalam urin. Sedangkan yang lain menganjurkannya 500–1.000 mg agar Vitamin C bukan sekedar memenuhi kebutuhan tubuh untuk stimulasi proses metabolisme, tetapi benar-benar dapat berfungsi sebagai antioksidan.
Beberapa pakar nutrisi berpendapat, bahwa kecukupan antioksidan dapat diperoleh dengan cara menjaga pola makan bergizi seimbang. Namun, pada kenyatannya tidak banyak yang dapat melakukannya setiap hari. Sebagai contoh, bagi kalangan berpendapatan kelas menengah-bawah buah-buahan yang dijual pada umumnya relatif mahal, sehingga kebutuhan akan vitamin yang tergolong anti oksidan menjadi berkurang. Mereka berpendapat dapat digantikan dengan suplemen yang lebih murah. Namun keunggulan suplemen ini tetap kalah jika dibandingkan dengan makanan alami, karena pada yang alami terdapat vito chemicals, yaitu sekumpulan bahan-bahan kimia yang mempunyai fungsi belum diketahui secara rinci.
Ada pula yang berpendapat, dalam mengonsumsi suplemen, mengambil dosis yang moderat, artinya tidak menggunakan vitamin dengan dosis terlalu tinggi, contohnya 500 mg Vitamin C setiap hari. Penggunaan dosis tinggi dianggap tidak baik bagi kesehatan, apalagi digunakan dalam jangka panjang. “Beberapa studi menunjukkan, dosis terlalu tinggi mengubah sifat antioksidan menjadi prooksidan,” peringatan dr Benny Soegianto, MPH. (alm) dalam sebuah wawancara dengan reporter majalah kesehatan tujuh tahun silam. Kendatipun demikian sampai saat ini masih banyak konsumen yang tergoda untuk rutin memakai dosis tinggi karena terbuai janji khasiatnya sebagai penghambat proses penuaan.
Tubuh kita sendiri, lanjut dr Benny seringkali mampu memberikan sinyal kekurangan vitamin tertentu. Sebagai contoh, jika Vitamin B dan C dalam kurun waktu tertentu tidak cukup dikonsumsi dan tubuh sedang bekerja keras, maka akan timbul sariawan dan tubuh akan terasa pegal. Oleh karenanya kecukupan kedua macam vitamin tersebut perlu dijaga dengan cara–suka tidak suka- mengonsumsi buah segar setiap hari dalam porsi yang memadai.
Selasa, 07 Januari 2014
FOOD INSUFFICIENCY AND HEALTH
Cycle 2 of the NPHS included three questions to explore issues of household food insecurity. Household respondents were asked if, over the past 12 mo, their household had“ever run out of money to buy food.Survey (21–24) and represents a slight modification of the USDA food sufficiency indicator used in other dietary surveys (10,22,23).The validity of this measure is indicated by the strong associationsbetween household food insufficiency and lower reported energy and
nutrient intakes (10,22) and between household food insufficiencyand income-based measures of poverty (10,25).
In this study, households who responded that they sometimes or often did not have enough food to eat (3.9% of the sample) were classified as“food insufficient”; those who reported that they neverran out of money to buy food (93.4% of the sample) or did so, but always had enough food to eat (2.5% of the sample) were deemed“food sufficient.
if friends want to read more please download here!
Senin, 06 Januari 2014
Gizi Buruk
Resume :
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-
duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar).
jika teman-teman ingin membaca lebih lanjut silahkan download disini!
Langganan:
Postingan (Atom)